Dicatat oleh : Saddam Cahyo
***
Bikin SIM alias Surat Izin Mengemudi memang penting buat setiap warga negara yang sudah dewasa terutama sebagai itikad adanya kesadaran hukum dalam diri kita. Tapi di "Negeri Proyek" seperti Indonesia ini ceritanya selalu khas, dibumbui oleh tingginya selubung praktek calo dan tilep-tilepan pelicin dibalik wajah sok tegas penegakkan aturan resmi. Ah, maaf kalau saya berprasangka buruk.. :)
Tapi pengalaman menarik terjadi di awal bulan Januari 2015 kemarin. Sebelumnya saat ingin bepergian ke luar kota, saya memeriksa seluruh surat administrasi kependudukan di dompet, dan baru tersadar ternyata kartu SIM C saya masa berlakunya sudah habis sejak akhir tahun 2013. Wah, agak kaget juga karena kecerobohan diri sendiri yang abai memeriksa SIM sampai lebih dari setahun tidak aktif kok baru ngeh.
Tak lama berselang, saya yang belum pernah punya pengalaman memperpanjang kartu SIM ini mencoba mendatangi mobil mini bus SIM Keliling milik Polresta Bandar Lampung yang biasa mangkal di pelataran parkir Mueseum Lampung. Tapi sayang, ternyata mobil ini yang memang tak bisa melayani pembuatan kartu SIM baru itu juga hanya bisa melayani perpanjangan kartu SIM yang masa berlakunya belum lewat atau habis. Sedangkan kartu SIM saya jelas sudah mati lebih dari setahun.
Solusi yang diberikan oleh ibu-ibu polwan di mobil itu adalah segera mendatangi kantor pelayanan SIM di unit lantas Polresta bandar Lampung untuk pembuatan ulang kartu SIM baru saya. Nah, tapi saya lupa nanya berapa biaya yang dibutuhkan, karena dulu waktu pertama kali bikin SIM saya memakai "bantuan" biro jasa Princess seharga 250 ribu rupiah.
Kepada informasi yang berserak diinternetlah saya berserah diri, dan alhasil ditemukan kabar bahwa pemerintah RI berencana untuk meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor Kementerian Hukum dan HAM di tahun 2015, yang berdampak pada akan dinaikkannya tarif resmi pembuatan kartu SIM sampai dua kali lipat lebih. kabarnya dari kisaran 80-120 ribu akan naik menjadi 300 ribuan. Berita lain yang menghebohkan adalah digelarnya operasi zebra oleh kepolisian daerah Lampung yang selama satu bulan terakhir ini gencarnya kelewatan melakukan razia surat-menyurat di jalanan, alias nebar jaring tilang di semua sudut kota setiap harinya. bikin deg-degan karena kita tahu resiko kena tilang itu ribetnya minta ampun.
Wah saya jadi agak makin termotivasi untuk segera mendatangi itu kantor polisi di tengah kota. Tapi sebelumnya saya juga sudah dapat sebaran informasi dari akun facebook resminya Divisi Humas Mabes POLRI yang menerangkan bahwa berdasarkan PP No. 50 Tahun 2010, rincian tarif resmi yang berlaku adalah :
1. SIM A, SIM B1, SIM B2 (Kendaraan roda empat) : baru Rp.120 ribu, perpanjangan Rp.80 ribu
2. SIM C (roda dua) : baru Rp.100 ribu, perpanjangan Rp.75 ribu
3. SIM D (khusus penyandang cacat) : baru Rp.50 ribu, perpanjangan Rp. 30 ribu.
4. SIM internasional : baru Rp.250 ribu, perpanjangan Rp. 225 ribu.
Tapi karena pengaruh berita soal naiknya target pendapatan negara tahun 2015 tadi, saya sudah mempersiapkan diri membawa uang Rp.350 ribu untuk perkiraan biaya pembaruan kartu SIM C. Datanglah saya ke itu pusat kantor polisi kota pada hari Kamis, 8 Januari sekitar pukul 13.00 WIB, persis hitungan saya setelah waktu istirahat siang mereka selesai dan pelayanan kembali dibuka.
Saya langsung masuk ke parkiran motor tamu, dan berjalan kaki menuju unit lantas di bagian belakang komplek Polresta Bandar Lampung. Sampai di sana saya langsung dihampiri oleh bapak polisi berkumis tebal dengan nada setengah ramah yang khas, dia tanyakan saya ada keperluan apa dan setelah tahu saya mau bikin SIM, dia arahkan saya untuk fotokopi KTP dan tes kesehatan di halaman belakang kantornya.
Oke, fotokopi KTP dua lembar seharga Rp. 1000 dan disebelahnya ada kios pemeriksaan kesehatan, saya ditimbang beratnya, diukur tingginya, diperiksa kemampuan matanya, dan sudah selesai saya bayar Rp. 10.000. lalu jalan kembali masuk ke kantor unit lantas. Saya diberi map formulir pendaftaran di loket, dan diminta mengisinya dengan sebenar-benarnya merujuk pada kartu identitas KTP yang dimiliki.
Sambil mengisi, si bapak polisi berkumis tebal yang gaya setengah ramahnya khas itu kembali menghampiri dan bertanya, "Ini masnya mau bikin yang langsung aja atau pake tes dulu ?" saya jawab, "Ya terserah aja pak, gimana prosedurnya saja." dia jawab, "Oh jangan gitu, ya kalo mau pake tes ya silahkan, tapi ini sudah siang, sudah mau sore, asal mau ribet aja bisa beberapa hari baru jadi, itu kalo masnya bisa lulus langsung, tapi kalo mau yang langsung juga bisa." terus saya jawab, "Langsung itu maksudnya langsung jadi hari ini tanpa tes ya Pak?" dia jawab, "Iya langsung, biayanya 2,8, sim motor kan? kalo mau tes ya seratus ribu aja. tapi ya itu tadi, ini sudah kesiangan." saya jawab, "Ya Pak, nanti saya isi formulir dulu."
Sambil ngisi formulir saya sambil mikir dan tanya ke si mbak yang nunggu loket, soal pilih mana dari dua tawaran bapak polisi yang nungguin di bangku panjang itu. Mbaknya bilang , "ini sudah siang mas, biasanya kalo pilih tes ya lama, bisa dilanjut besok, dan kebanyakan gak sekali tes langsung lulus, bisa berkali-kali nyoba tesnya, tapi kalo biaya emang lebih murah seratus ribu itu bisa buat beberapa kali tes kok, tergantung masnya aja." Oh jawaban si mbak ini juga memang khas sekali, khas birokrasi di Indonesia yang selalu cerdik menghadirkan tawaran-tawaran alternatif yang menggiurkan bagi masyarakat sipil kepepet dan kebelet seperti saya..
Akhirnya, dengan sedikit dipengaruhi lagi oleh kawan baik saya yang ikut mengantarkan tapi gak boleh masuk ruangan karena nekat cuma pake celana pendek itu saya jadi ikutan jalur mainstream, yah, jalur licin asal gak kepeleset. Si bapak polisi sambil menerima itu berkas formulis saya bilang, "mas, dananya yang seratus silahkan dibayar ke loket Bank BRI di sebelah kiri gedung ini, dan nanti bukti pembayarannya dibawa lagi kesini, lalu yang sisanya seratus lapanpuluh dibayar ke loket mbak ini ya." saya jawab, "Oh, oke pak."
Setelah lakuin pembayaran resmi di loket BRI saya kembali ke ruangan tadi dan membayar kekurangannya di si mbak tadi, dan pak polisi tadi langsung suruh saya melangkah ke dalam ruang potret kartu SIM. Disana sudah ada polisi muda yang menunggu, sambil ngajak ngobrol dia bilang, "Loh belum lulus juga kuliahnya ? ngapain aja lu Dam?" saya agak kaget karena gak kenal sama ini polisi, tapi saya sok ramah saja ngejawab, "Ah, biasa banyak kular-kilir ngalor-ngidul, tapi ini udah mau selesai kok." dan terlibatlah kami dalam obrolan gak jelas sambil disuruh natap ke arah kamera sebentar, terus bikin tanda tangan, dan ngecap sidik jari. Semuanya sudah canggih dan terkomputerisasi. Si polisi muda yang sok kenal sama saya itu tadi tiba-tiba bilang, "udah ini, apalagi?" nah, saya bingung, kok tiba-tiba itu kartu SIM sudah jadi saja, padahal seluruh waktu yang saya habiskan dari awal sampai akhir cuma sekitar setengah jam. kilat banget !
Sambil bingung saya jalan keluar, teman saya yang berani datengin kantor polisi kota cuma pake celana pendek itu langsung tanya, "udah men? cepet amat." saya jawab, "Iya nih, eh tapi kok ini jadinya SIM A buat mobil ya ? gua kan mau bikin SIM C buat motor.." dia jawab, "Sana buruan masuk lagi minta diganti" saya jawab lagi "iya nih, asal-asalan banget, tadi gua gak ditanya-tanya segala sih malah ngobrol gak jelas". Yap akhirnya harus balik lagi dan menunggu sekitar 15 menit, maka kartu SIM C baru saya pun sudah jadi sempurna. Lalu saya segera pulang dan tak lupa membayar uang parkir sebesar Rp. 2 ribu.
Jadi kalau ditotal biaya yang saya keluarkan untuk pembuatan SIM C baru di Polresta Bandar Lampung adalah : Rp.1000 (fotokopi) + Rp. 10.000 (Cek Kesehatan) + Rp. 100.000 (bayar resmi ke BRI) + Rp.180.000 (nyawer si mbak dan polisi kumis) + Rp.2000 (biaya parkir) = Totalnya Rp. 293.000,- (terbilang : dua ratus sembilan puluh tiga ribu rupiah).
Nah, kesimpulannya adalah saya bisa jadi pantas dibilang sebagai warga negara yang sadar hukum tapi tidak disiplin dan malah ikut melanggarnya. Bodoh kan ? Yap, saya merasa bodoh dan malu sebenarnya, kok bikin SIM saja harus nyogok, padahal saya sudah hampir sepuluh tahun ini lancar mengemudi sepeda motor di jalan raya. Tapi situasinya juga memang sulit, masyarakat kerap dibuat hampir tak boleh memilih. Aturan resmi selalu ada dan jelas, tapi kehadirannya selalu hanya sebagai jurus jitu untuk menyuburkan praktek terselubung yang dilestarikan oleh oknum massal aparat negara yang hasrat nyari seserannya juga sudah terlampau sistemik..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar