***
Sebentar, postingan ini bukan untuk menyerukan agar sebaiknya kalian pakai jalur udara untuk ke Bandung dari Lampung. Soalnya itu diluar kemampuan saya saat ini, maklum ongkos pesawat trayek Lampung-Bandung itu mahal dan gak jarang transit Jakarta bisa berjam-jam, yang jelas menggugurkan harapan bisa sampai secepat kilat.
Dari situs TRAVELOKA malah harga tiket rute ini ditawarkan mencapai lebih dari Rp.2jt dan waktu ditempuhnya juga tetap 12 jam karena berkali kali transit, lampung-jakarta-surabaya-bandung. Sungguh pilihan yang konyol jika dalam keadaan normal. Tapi terserah juga sih.
Jalur Darat, izinkan saya menyitir adagium klasik, "Ada ribuan jalan menuju Bandung" hehehe. Ya benar, termasuk jika anda mau lakukan perjalanan dari Lampung menuju Bandung memang ada begitu banyak pilihannya, tergantung pada kemampuan kantong, kebutuhan dan situasi yang anda hadapi sekalian.
Pertama, naik mobil pribadi, jika dalam nuansa liburan sekeluarga sih ini paling asyik, biayanya gak jauh beda tapi lebih fleksibel dan bisa mampir sesukanya.
Kedua, naik motor pribadi, mending lakukan ini hanya kalau ada kesempatan konvoi bersama teman. Biar lelah malah berganti seru. Rutenya beda dengan mobil yang bisa potong jalur masuk TOL, motor mah kudu muterin jalur bukit di puncak sampai Cianjur.
Ketiga, naik jasa transportasi bis langsung, yang paling asyik ya naik DAMRI. Tiket dan pemberangkatan ada di kantor cabang DAMRI yang ada di Stasiun Kereta Api Tanjung Karang. Lokasinya ditengah kota,jadi aksesnya gampang dan aman. Keberangkatan hanya ada malam hari antara jam 20.00/21.00 Wib dan perkiraan sampai ke kota bandung pagi hari, antara subuh atau saat terang matahari. Ada tiga jenis pilihan bus, BISNIS 190ribu, EKSEKUTIF 230ribu, ROYALCLASS 270ribu. Yang terakhir ini paling nyaman karena setting kursinya 2-1.
Keempat, adalah yang biasanya disebut NGECER / NGETENG / PUTUS-PUTUS dan sebagainya. Intinya adalah kita harus lebih bekerja keras karena naik-turun moda angkutan.
Nah... disinilah maksud utama dari judul postingan kali ini. Dahulu memilih cara ini sangatlah solutif bagi mereka yang ingin lebih hemat, karena selisihnya bisa mencapai separuh dari ongkos bus langsung. Sedangkan di zaman sekarang, sebaiknya anda pikir ulang dulu aja deh.
Kecuali jika anda memang sedang menghadapi situasi khusus seperti saya yang mendadak dapat kabar duka wafatnya eyang putri jam 02.00 Wib. Sehingga harus berangkat saat itu juga, sedangkan jam pemberangkatan bus langsung sudah lewat. Tak ada pilihan lain lagi selain gugup terburu buru.
Atau jika anda memang ingin mengincar view lautan selat sunda yang ciamik di siang hari. Ya, perjalanan di waktu hari terang memang indah. Mulai dari suasana pelabuhan, proses merapatnya kapal, aktifitas nelayan lokal, pulau pulau kecil, kapal kapal parkir, hingga bocah bocah pelabuhan yang tak punya keraguan meloncat ke lautan demi uang recehan yang penumpang lemparkan.
Kembali ke pokok masalah, yakni pengalaman teranyar saya menempuh perjalanan darat. Ternyata tidak lagi seperti yang saya bayangkan, boleh dibilang malah gagal dan bikin "kapok" deh. Begini runutan pengalamannya :
Sekitar jam 07.00 Wib saya sudah sampai di Terminal Rajabasa untuk menumpang bus ac yang menuju ke Pelabuhan Bakauheni. Sayangnya saya sudah ketinggalan bus pertama, dan harus menerima bus kedua yang baru bergerak berangkat jam 08.45 Wib. Ongkosnya Rp.30ribu dan baru sampai pada jam 11.30 dengan kondisi jalan yang baik dan lancar.
Ada banyak perubahan di pelabuhan yang menjadi pintu gerbang pulau Sumatera ini. Pertama, soal tampilannya yang lebih modern, pintu kaca otomatis, dilayani petugas muda dan cantik. Kedua, kapal cepat yang cuma butuh waktu tempuh sekitar 45 menit dengan ongkos tiga kali lipat kapal besar sudah tidak beroperasi lagi. Kabarnya lantaran merugi setelah makin majunya layanan bis langsung dan travel lintas pulau yang gak perlu repot naik-turun lagi.
Jatuhlah hanya pada pilihan naik kapal roro/ferry seharga Rp.15ribu. Suasana di kapal pun sepertinya semakin tampak membaik, tidak tampak bobrok seadanya seperti dulu, ya meski tetap gak bisa nutupi fakta kalau usianya sudah senja, rerata produk tahun 70an. Kapal baru bergerak maju jam 12.10 dr sampai jam 14.30 ini terbilang lancar.
Sampai di Pelabuhan Merak, saya harus berjalan kaki cukup jauh menuju terminal bus yang baru. Ini sangat menyiksa bagi penumpang yang sudah tua, sedang sakit, atau membawa banyak barang dan anak kecil. Entahlah kenapa dibuat seperti ini.
Suasana terminal cukup aman, saya memilih bus jurusan bandung yang ada di barisan terdepan. Arimbi seharga Rp.90ribu, tapi saya harus rela bersabar.
Bus ini baru berangkat jam 15.25 dan itupun dilengkapi paket ngetem gila gilaan yang dilakukan berkali kali sepanjang jalan raya merak, cilegon, serang, hingga tangerang. Pfiuuh.. baru kemudian bus melaju kencang sebagaimana diharapkan.Saya tiba di Terminal Leuwipanjang sekitar jam 23.15, tapi suasana kota Bandung memang sudah tidak sedingin dahulu. Karena sampai kemalaman, saya tidak bisa naik bus DAMRI dalam kota trayek terminal Ledeng. Sehingga pilihannya adalah naik angkot. Saya lupa trayek mana, pokoknya cari yang menuju terminal Kebonkelapa ongkosnya Rp. 5ribu, lalu naik angkot tujuan terminal Ledeng seharga sama. Untungnya di kota ini angkot masih beroperasi nyaris 24 jam.
Dari situ saya lanjutkan naik angkot menuju Lembang, dan naik ojek sampai di rumah nenek. Sekitar jam 12.45 saya tiba. Jadi kalau mau dihitung biaya yang saya habiskan untuk perjalanan dengan cara ini adalah :
Bis bakau 30000+Kapal 15000 +Arimbi 90000+ Angkot Kelapa5000 +Angkot Ledeng 5000 +Angkot Lembang5000 +ojek5000 +Jajan pop mie,tahu,minum, permen 25000 = TOTAL Rp.180ribu...
Jadi Pfiuuh.. pikir ulang deh..!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar