Dicatat oleh : Saddam Cahyo
***
Penderita penyakit diabetes miletus atau juga biasa disebut penyakit gula darah memang bakal banyak mengalami fase hidup serba salah. Ada banyak sekali pantangan, ada banyak sekali godaan, ada banyak sekali resiko komplikasi, ada banyak sekali keluhan yang dirasa, dan ada banyak sekali kekhawatiran dan stress yang ditimbulkannya. Yap, penyakit ini memang sepertinya sudah menjelma sebagai salah satu bentuk teror dalam kehidupan sebagian umat manusia di dunia.
Seperti banyak kita ketahui, penderita diabetes atau penyakit gula ini memang sangat dipantang mengalami luka ! konon sedikit saja luka kecil mengenainya, maka urusan bakal jadi panjang dan berlangsung lama. Ini karena kemampuan jaringan sel-sel kulitnya sudah menurun untuk mengupayakan pemulihan atas luka yang diderita. Terutama di wilayah kaki, baik telapak, tempurung kaki, dan biasanya hingga ke daerah betis. Tapi jika luka dialami di bagian tubuh yang lain, konon masih dapat lebih mudah dan cepat disembuhkan.
Luka pada mereka yang menderita penyakit ini bisa berakibat sangat fatal. Sering kita dengar ada yang harus diamputasi, dan lebih buruk lagi sering kita jumpai bahwa tindakan amputasi bagi mereka ini pun tidaklah ampuh untuk disebut sebagai upaya penyembuhan. Melainkan sekedar penundaan atas datangnya bencana kematian. Maaf jika saya mengatakannya secara berlebihan, tapi ini penting untuk sama-sama diketahui agar kita bisa sama-sama lebih waspada dan saling menjaga diri dan keluarga terkasih.
Kebetulan, ayah kandung saya adalah seorang penderita diabetes. Tubuhnya memang gemuk sejak muda, sepanjang hidup saya, berat tubuhnya hampir tak pernah turun dari angka seratus kilogram. Yap, cukup kami sadari bahwa memang ada kesalahan pola hidup yang ayah saya lakoni selama berpuluh-puluh tahun. Hingga saat usianya yang mulai masuk kepala empat, dia harus menerima kenyataan mengidap penyakit menyebalkan ini. Dulu dia sempat bertahun-tahun berhenti makan nasi putih dan menggantinya dengan kentang rebus, dan ini sungguh tampak menyiksa dirinya yang biasa merdeka dalam hal makan.
Tapi sebagaimana kabar yang beredar di masyarakat, penyakit yang bermula dari kerusakan pankreas untuk mengontrol glukosa darah ini jika tak ditangani secara baik dan disiplin akan menggerogoti fungsi-fungsi organ tubuh lainnya, dan terjadi secara berangsur dalam waktu yang tidak singkat. Itu mengapa diabetes kerap dijuluki teror sepanjang hayat, karena juga jika kita sudah mengidapnya maka tak akan ada capaian kesembuhan total, yang ada hanya sejauh mana kita berhasil mengendalikannya.
Tahun 2013 yang lalu, ayah saya yang sudah berusia 53an tahun mulai mengalami gangguan di telapak kakinya. Ia merasakaan kakinya baal atau kebal, yakni sulit merasai indra kulitnya di wilayah kaki dan telapak. Tak jarang ia juga merasai bagian tubuhnya yang itu panas seperti terpanggang, hingga sulit dibawa berjalan. Kadang kakinya juga tampak membengkak, dan ini membuatnya semakin sulit berdisiplin merubah pola hidup lebih sehat, terutama olahraga guna mengalahkan teror sang penyakit.
Entah mengapa, tak jarang di bagian tertentu kaki ayah saya, biasanya di sisi kanan atau kiri dari masing-masing telapak kakinya itu mengalami pelepuhan kulit. Ya, seperti kulit yang baru menyentuh objek panas, yakni membelendung dan berisi cairan bening. Biasanya kami hanya membersihkan kakinya dengan mengelapnya pakai cairan alkohol yang dibasahkan pada kapas. Kami sangat menghindari gelembung kulit itu sampai terpecah.
Tapi karena kemampuan kaki ayah saya untuk merasai kepekaan kulitnya itu mulai menurun, kadang ia tak sadar jika kakinya terbentur atau menginjak sesuatu yang tajam. Inilah salah satu resiko dan bahaya terberat bagi penderita diabetes. Mereka tak bisa menyadari kalau kakinya mengalami luka sebagaimana orang normal yang pasti kesakitan, bahkan saat kami tahu kakinya luka, berdarah, dan mengatasinya dengan cairan alkohol yang bersifat menyengat pun ia tak mampu merasai perih.
Tiba-tiba saya lihat bahwa gelembung kulit di kaki ayah sudah terpecah dan tampak menimbulkan luka yang agak membonyok. Tentu saya panik sekali, karena belum pernah sama sekali menghadapi situasi ini, ditambah dengan desas-desus mengerikan soal luka diabetes yang biasa didengar. Dengan agak ceroboh, saya langsung ambil cairan alkohol dan menyiramkannya, saya pikir ini bakal ampuh untuk mengatasi pendarahan dan merapatkan luka secepatnya. Tapi saya abai, bahwa luka di kaki ayah saya itu bukan luka berdarah, tapi membonyok basah dan mulai menampakkan gumpalan kuning nanah di beberapa sisinya.
Memang luka ini ukurannya kecil, hanya berupa lecet sepanjang satu setengah centi dengan lebar satu centi saja,, tapi sama sekali tak boleh dianggap remeh ! karena masih awam, saat itu saya balut luka kaki ayah dengan perban kassa yang diberi cairan betadine. Namun dalam dua hari keadaannya justru semakin buruk, luka bonyoknya semakin menjadi, semakin tampak ke dalam, dan kekuningan bernanah. Saya putuskan untuk berhenti pakai betadine dan membeli obat merah cina di apotek, yang biasanya dianggap lebih ampuh. Dua hari kemudian, luka tampak makin buruk.
Kepanikan semakin melanda saya, ayah juga mulai takut jika ini akan terus memburuk. Namun saya berhasil berkonsultasi dengan kenalan-kenalan yang juga tenaga medis. Mereka menyalahkan apa yang saya lakukan, terutama terlambat tahu bahwa ada luka di kaki ayahanda. ya, benar. Saya menyesalinya dan berjanji akan rutin memeriksa kondisi kaki ayah saya setiap hari.
Kawan-kawan yang baik itu menjelaskan pada saya bahwa luka di kaki penderita diabetes justru akan semakin memburuk keadaannya jika diberi cairan sejenis betadine, karena sifat kimiawinya yang tak cocok, ia melembabkan luka dan bagi penderita diabetes yang sudah kehilangan kemampuan penyembuhan jaringan kulit secara mandiri, ini justru mendorong pembusukan luka.
Mereka menjelaskan pada saya, bahwa yang penting diupayakan adalah menjaga kebersihan luka dan kulit di sekitarnya. Ini dilakukan dengan cara mengkompresnya dengan cairan rivanol kuning untuk membersihkan bakteri yang mungkin menempel di luka terbukanya. Lalu menggunakan cairan infus, ya cairan untuk infus merupakan natrium clorida (Na Cl) itu ternyata bisa sangat membantu proses penyembuhan luka bagi mereka penderita diabetes. Ini karena cairan ini mampu memberi jaminan kebersihan luka dari semua bakteri yang berpotensi mengganggu proses penyembuhan jaringan kulit yang sudah amat lambat itu.
Selain itu, kita juga wajib membersihkan permukaan luka dari semua jaringan kulit yang sudah mati, harus di angkat, jika tidak justru akan menyembunyikan pembusukan di baliknya. Kita juga harus memastikan tidak ada permukaan luka yang masih bernanah. Beranikan dan yakinkan diri kita untuk membersihkan semuanya, lebih baik sedikit tampak kemerahan ketimbang luka dibiarkan ada noda kuningnya. Jangan lupa proses pembersihan ini dilakukan rutin sekali, saat itu saya lakukan sebanyak 3 kali dalam 24 jam, pagi sehabis ayah mandi, siang sepulang ayah kerja, malam sebelum ayah tidur.
Penting diingat, setiap memulai proses pembersihan luka, semua alat yang kita pakai disterilkan dengan mencucinya pakai air panas atau cairan alkohol terlebih dahulu. Juga setiap proses pembersihan sudah dilakukan, luka di kaki harus di tutup oleh perban steril yang jangan direkatkan terlalu kencang, agar tetap memberi rongga udara tapi mencegah menempelnya kotoran selama ia beraktifitas.
Alhamdulillah, lukanya tak berlarut dan memburuk. Sebaliknya justru terus menunjukkan perubahan. Mulai dari tampak mengering, hingga tampak mulai tumbuh jaringan kulit baru, dan akhirnya sembuh tertutup sempurna. Tapi jangan dikira semua proses ini mudah dan cepat ! untuk luka yang hanya disebabkan oleh lecet gelembung sekecil itu saja, ayah saya butuh waktu satu bulan lebih untuk sembuh dan aman dari status luka di kakinya.
Tentu dalam proses yang panjang ini akan cukup dirasa melelahkan bagi semua pihak, entah si penderita mau pun keluarga yang merawatnya. Tapi sungguh, bersabarlah, tekunlah, yakin dan berdoalah bahwa keluarga kita pasti sembuh. Atau setidaknya kita semua sudah berjuang keras mengupayakan kesembuhannya, bukan pasrah apalagi tak acuh membiarkannya semakin menderita.
Sejak saat itu, rutin sekali saya memeriksa kondisi kaki ayah. Hampir setiap malam hari saya sempatkan memeriksa kedua kakinya, dari ujung kuku hingga betis. Khusus di bagian punggung, telapak, kuku, dan sela jari kakinya selalu saya bersihkan dengan cairan alkohol yang membasahi kapas. Ini penting agar mencegah adanya luka kecil yang tak teramati dan tak tertangani sedini mungkin.
Alhamdulillah, meski sampai berkali-kali ayah saya harus mengalami luka di kakinya. Dengan pengalaman yang pertama, yakni mengandalkan cairan infus dan ketekunan untuk merawatnya. Proses penyembuhan luka selalu berhasil kami capai, dan waktu yang ditempuh pun semakin tidak terlalu lambat. Karena penting juga diingatkan, bahwa dalam proses penyembuhan luka, si penderita juga harus disiplin mengkonsumsi makanan diet dan obat yang menurunkan atau menjaga stabilitas kadar gula di tubuhnya.
Bagi anda yang mungkin bisa memetik manfaat dari pengalaman saya ini, berjuanglah ! Ikhlaslah !
Agar tak ada rasa sesal jika memang ternyata anda terlalu terlambat mengabaikan keluarga terkasih..
NB : Untuk postingan kali ini, mohon maaf saya tidak menampilkan bukti fotonya, karena semua foto yang sudah saya siapkan harus hilang entah kemana, saat saya disibukkan dengan proses merawat ayah yang kondisinya drop karena gagal ginjal, dan meninggal dunia 29 April yang lalu. Catatan ini pertama dibuat tanggal 1 April, tapi baru berhasil dirampungkan tanggal 17 Juni karena kondisi subjektif saya yang kacau.