Saat memutuskan untuk segera merenovasi kamar dengan menjebol pintu tembusan ke ruang tamu kemarin, tentu saya harus kembali memutar otak untuk bagaimana caranya bisa mendapatkan stok pasir yang mencukupi kebutuhan plesteran temboknya. Tapi sayang berhubung saya sedang bokek, dan juga kebutuhannya tidak terlalu besar jumlahnnya, saya terdorong untuk mencari solusi yang nyeleneh tapi bener.
Pertama, saya memanfaatkan pasir-pasir yang kerap tampak berceceran di jalanan. Ini biasanya tertumpuk di sisi jalan yang lekung karena terbawa oleh aliran air di kala hujan. Biasanya pasir-pasir ini berasal dari sisa bangunan orang lain, yang tentu sudah tidak lagi dihitung pemakaiannya, alias terbuang. Dengan begitu, tidaklah salah jika kita mengumpulkannya sedikit-sedikit untuk dipergunakan sesuai kebutuhan.
Dan ternyata kalau telaten dan rajin, kita bisa memperoleh hasil yang banyak. Tapi kemarin saya masih malu-malu, hanya mengandalkan tumpukan pasir jalanan di sekitar rumah saja, toh kebutuhan plesteran saya juga tidak terlalu besar. Pasir saya serok pakai sendok semen dan ditampung ke wadah seperti ember, hasilnya saya bisa dapat tiga kali terisi penuh. Berikut contohnya:
Selain itu, karena kebutuhannya ternyata masih tak tercukupi, sedangkan saya sudah lelah jika masih harus mencari pasir di luar sekitaran rumah. Saya dapat ide untuk menggunakan runtuhan tembok yang sebelumnya saya hasilkan. Dari reruntuhan itu saya perhatikan, ada bagian plesteran yang dulunya merekatkan batu bata, bukankah bahan dasar utamanya adalah juga pasir. Akhirnya saya rendam di air selama beberapa waktu, lalu saya tumbuk, dan saya saring untuk menghasilkan pasir yang malah lebih lembut tekstrunya. Dari sini saya dapatkan sekitar dua kantong ember pasir, tapi prosesnya memang agak lambat dan melelahkan, hanya di kala kepepet saja ini dijadikan pilihan.
Tapi ternyata, karena saya bukan kuli profesional, saya gagal memperkirakan kebutuhan pasirnya. Akhirnya saya putuskan untuk datang ke pangkalan pasir yang ada di lingkungan sekitar. Saya lobi dengan mereka untuk diizinkan membeli pasir dalam jumlah yang sedikit, saya bawa karung sendiri dan siap mengangkutnya sendiri pakai motor. Akhirnya kami sepakat untuk menghargai sekarung pasir Rp.10ribu, dan saya putuskan untuk membeli tiga karung saja. Itu pun sudah sangat lebih dari mencukupi kekurangan bahan saya, sisanya disimpan dalam karung untuk jaga-jaga adanya kebutuhan di masa yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar